Sehun is, Naughty? —{Ficlet. 2nd}

Sehun Is Naughty

Sehun is, Naughty? —{Ficlet. 2nd}

By Yaumila

 

| Main cast Oh Sehun – Kang Yumi (OC) |

| Support cast Find in this story | Genre Romance, Fluff | Length Ficlet Series |

| Rating PG-17 |

My Blog : https://yaumila.wordpress.com

 

Disclaimer :

All of story is mine. So, don’t be plagiarism!

Copy-Paste is not allowed!

.

.

.

Yumi memijat kakinya sesaat setelah melempar sepatunya. Entah siapa atau apa yang harus ia salahkan karena sakit yang dirasakan pada kakinya. Seminggu setelah kembalinya ia dan Sehun dari acara peluncuran produk baru di Busan, manajernya semakin bertingkah semena-mena. Sehun sering menyuruhnya melakukan hal-hal yang menurut Yumi sedikit tidak wajar.

Pertama kalinya Sehun menyuruh Yumi untuk membelikannya kopi di café yang ada di seberang kantor mereka. Itu masih terdengar normal meskipun Yumi melakukannya dengan terpaksa karena Sehun beralasan jika tidak ada lagi orang yang bisa ia suruh. Oke, Yumi percaya dengan alasannya karena memang karyawan yang berada di Divisi mereka mendapat tugas lapangan dibeberapa tempat. Menyisakan Yumi dan Sehun di kantor. Berdua.

Kemudian menyuruhnya merapikan dokumen yang berserakan di mejanya. Menyuruhnya membersihkan kaca matanya, dan yang paling aneh Sehun menyuruhnya untuk mengisi pensil mekaniknya.

“Manajer, kau memanggilku hanya untuk mengisi pensilmu? Yang benar saja.” Yumi berusaha untuk tidak meninggikan suaranya karena bagaimanapun Sehun adalah atasannya.

“Ya, kau keberatan akan hal itu? Aku tidak bisa mengalihkan perhatian dari data yang sedang kuinput ke dalam komputer. Jadi lakukan saja apa yang kukatakan, kau tidak ingin menggantikanku untuk melakukannya bukan?” Sehun memasang waja datar yang membuat Yumi jengkel setengah mati. Jadi sekarang ia sedang berakting menjadi polos? Semua terlihat menggelikan setelah Yumi tahu sifat Sehun yang sebenarnya.

“Baiklah, ini pensilmu. Tolong jangan memasang wajah sok polos itu di hadapanku, kau membuatku mual. Aku serius.”

Sehun tersenyum tipis, “Jadi kau lebih suka aku yang mesum? Baiklah kalau itu maumu, tapi maaf aku tidak bisa melakukannya di kantor. Bagaimana jika kita ke apartemenku nanti?”

“Kalau tidak ada lagi yang kau butuhkan aku permisi.” Yumi membungkukan badannya dan tidak menghiraukan ucapan Sehun.

Setelah keluar dari ruangan manajernya Yumi menghempaskan tubuhnya ke kursi dengan keras. Yumi memijat keningnya dan menghela napas berkali-kali. Namun rasa jengkel dan frustasinya belum juga berkurang. Yumi menyandarkan punggungnya dan menatap langit-langit, berusaha melupakan bayangan Sehun dari kepalanya.

“Kau ini kenapa? Seperti akan mati besok saja.” Suara Hyeri berhasil menginterupsi lamunannya.

“Aku memang akan mati, jadi seharusnya kau merasa senang.”

“Ah aku tidak peduli jika kau memang akan mati. Saat ini aku senang sekali karena melihat manajer kita semakin tampan. Kau menyadarinya juga kan?” Mata Hyeri berbinar-binar membuat Yumi mendengus malas.

“Benarkah? Tidak ada yang berubah menurutku. Jangan memujanya secara berlebihan, kau tidak tahu saja sifat aslinya.”

“Hey, apa maksudmu? Kau ini sensitif sekali tiap aku membahas manajer kita. Yang kau lihat setiap hari adalah sifat aslinya Yumi, tidak usah menjelekan Oh Sehun hanya karena ia sering menyuruhmu mengulang dalam membuat laporan.” Hyeri mengibaskan rambutnya santai, membuat kejengkelannya bertambah.

“Bisa sajakan jika Oh Sehun menyembunyikan sifat aslinya dari kita semua agar ia terlihat baik. Mungkin ia memiliki sifat lain—cabul misalnya.” Yumi tersenyum miring ketika berhasil membuat Hyeri memandang ke arahnya dengan terkejut. Namun Yumi harus menelan kekecewaan ketika Hyeri malah terbahak mendengar ucapannya.

“Cabul katamu? Yumi, kau hanya terlalu gila karena sering bersama Sehun hingga membuatmu berhalusinasi tentangnya. Jadi diantara kami semua kaulah yang paling tergila-gila padanya? Tidak kusangka.”

Yumi membelalakan matanya mendengar analisis Hyeri yang jauh dari kewajaran, “Kau gila Hyeri, aku tidak tergila-gila padanya! Jangan sembarangan bicara, tutup mulut besarmu itu!”

“Calm down baby, kau tidak terima ya karena sudah tertangkap basah olehku? Hey jangan bilang jika kau sering membayangkan Sehun sedang berbuat cabul padamu.” Hyeri kembali tertawa karena perkataannya sendiri, sementara Yumi melebarkan matanya tidak percaya dengan apa yang dikatakan temannya itu. Dan hal itu malah menguatkan dugaan Hyeri. Sialan. Setidaknya hal ini menyadarkan Yumi jika mencoba membocorkan rahasia Sehun adalah sebuah kesalahan.

***

Langit berubah gelap ketika Yumi menginjakan kakinya di depan gedung. Ini sudah waktunya pulang, Yumi sudah terlalu muak jika masih harus terjebak hujan saat perjalanan nanti. Yumi merasa bahwa ia dilahirkan dengan kesialan permanen. Selain karena Sehun, Yumi harus terima jika sepatu yang ia kenakan rusak akibat perbuatannya sendiri—karena melemparnya terlalu keras hingga membuat sebelah haknya patah. Yumi bahkan berjalan dengan kaki telanjang hingga kemari. Mencoba menghiraukan tatapan heran karyawan lain.

“Kau masih disini?” Suara itu memang tidak keras, namun sukses membuat Yumi berjengat kaget. Yumi menolehkan kepalanya dan melihat Sehun berdiri terlalu dekat dengannya. Yumi menggeser tubuhnya kekanan sebanyak dua langkah. Sehun tersenyum miring karenanya, wanita ini sulit sekali untuk didekati dan terlalu acuh. Sehun ikut menggeser tubuhnya hingga lengannya menyenggol bahu Yumi.

“Aw! Sehun, kau menginjak kakiku!” Yumi mengusap kakinya yang sedikit merah. Ia bertelanjang kaki dan Sehun menginjaknya dengan sepatu. Rasanya sudah pasti sangat menyakitkan.

“Maaf, aku tidak sengaja. Lagipula kemana sepatumu, kenapa tidak memakainya?”

“Sudah kubuang.”

“Heh? Untuk apa kau membuang sepatumu?”

“Untuk apa aku memakai sepatu yang sudah rusak?” Sehun mengangkat sebelah alisnya. Wanita ini tahu betul caranya menjadi menyebalkan.

“Pulanglah denganku, lagipula sebentar lagi akan turun hujan. Dan kau tidak mungkin berjalan keluar tanpa alas kaki. Tenang saja, aku pastikan kau selamat sampai apartemenmu, ayo.” Sehun segera menarik pergelangan tangan Yumi dan berjalan ke tempat mobilnya diparkirkan.

“Tunggu, aku tidak bilang ingin ikut denganmu. Dari mana kau tahu aku tinggal di apartemen? Kau menguntitku ya?” Yumi memicingkan matanya dan memandang Sehun penuh curiga.

“Sudah tidak usah menolak, tidak akan ada orang yang akan mengantarmu selain aku. Tempat tinggalmu tertulis dengan jelas didata karyawan jika kau lupa.” Yumi menggiti bibir bawahnya, jawaban Sehun membuatnya malu. Seharusnya ia bisa mengeluarkan pertanyaan yang lebih bermutu ketimbang pertanyaannya tadi yang membuat dirinya terlihat konyol.

“Baiklah, cepat antar aku pulang.” Sekarang ini bukan waktunya mempertahankan rasa gengsi. Yumi dengan berat hati menerima bantuan yang diberikan Sehun secara cuma-cuma.

“Silahkan masuk.” Sehun membukakan pintu yang berada tepat di samping kemudi dan tersenyum ramah. Yang entah kenapa terlihat menakutkan di mata Yumi. Sehun memutari mobilnya dan ikut masuk ke dalam. Sehun segera memasang safety beltnya dan melepas kaca matanya. Wajahnya berubah drastis sebelum ia menanggalkan kaca matanya, ekspresinya seperti saat mereka melakukan perjalanan bisnis.

“Wajahku memang tampan, tapi jangan memandangiku seperti itu. Aku jadi ingin menciummu.” Yumi segera memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia tidak suka Sehun yang seperti ini. Setidaknya berpura-pura polos lebih baik meskipun itu membuatnya mual.

“Bisa kita jalan sekarang? Aku sudah lelah dan ingin cepat beristirahat.” Yumi memberanikan menatap wajah Sehun yang dipenuhi binar nakal.

“Oke, tapi ucapanmu terdengar seperti ajakan untuk bercinta di telingaku.” Sehun tertawa senang melihat raut wajah Yumi yang sarat akan emosi, wajahnya bahkan sampai memerah. Sehun menjalankan mobilnya karena tak mendapat balasan dari Yumi seperti biasanya. Sepertinya wanitanya benar-benar lelah.

***

Yumi sibuk memasukan dokumen yang semalam ia kerjakan ke dalam tasnya dengan serampangan. Hari ini ia bangun sedikit lebih siang, membuatnya ketar-ketir untuk menyiapkan apa saja yang perlu ia bawa tanpa harus ada yang tertinggal. Yumi bahkan tidak sempat untuk sarapan. Ia segera bergegas mencari sepatunya dan menyampirkan tasnya.

“Astaga, aku baru sadar jika selama ini selalu memakai sepatu yang sama saat bekerja. Dan hanya sepatu ini yang bisa kugunakan untuk ke kantor.” Yumi menatap sedih pada sepatu hitam yang ada di tangannya. Bukan karena bentuknya buruk, masalahnya sepatu itu sudah lama sekali tidak ia pakai karena ukurannya yang lebih kecil dari kakinya.

“Setidaknya ini lebih baik daripada harus bertelanjang kaki. Aku harus membeli sepatu baru saat pulang nanti.”

Yumi berlari dari apartemennya, gadis itu langsung masuk ke dalam taksi yang sudah ia pesan sebelumnya. Jadi ia tidak perlu membuang-buang waktu lebih banyak hanya untuk mencari taksi. Yumi sudah berada di depan gedung kantornya dalam tiga puluh menit berkat kelihaian sang supir yang menyetir dengan kecepatan di atas rata-rata.

“Terima kasih pak, mulai sekarang aku akan menjadi penumpang setiamu.” Yumi memberikan beberapa lembar uang dan segera turun. Masih ada waktu sepuluh menit sebelum jam masuk. Yumi mendesah lega dan mulai berjalan memasuki gedung. Kakinya terasa berdenyut nyeri ketika berjalan, sehingga ia harus memelankan langkahnya.

“Yumi, kenapa cara berjalanmu aneh sekali? Kau sedang sembelit?” Hyeri berjalan menghampiri Yumi saat ia akan menaiki lift.

“Hyeri, syukurlah aku bertemu denganmu. Bisakah kau menuntunku? Kakiku sepertinya lecet.” Yumi tidak memedulikan penghinaan Hyeri karena terlalu senang akan ada orang yang membantunya. Yumi bahkan memasang wajah semelas mungkin.

“Sepatumu bermasalah? Bisakah tidak menunjukan wajah seperti itu? Tidak cocok untuk ukuran wanita acuh sepertimu, membuatku merinding saja.”

Hyeri memegang lengan Yumi dan menuntunnya untuk masuk ke dalam lift. Hyeri memang menyebalkan, tapi ia wanita yang sangat baik. Meskipun mereka sering meributkan hal yang tidak penting keduanya merupakan sahabat yang setia. Hyeri membantu mendudukan Yumi setelah sampai di mejanya.

“Terima kasih Hyeri, kau sangat membantu kali ini.” Yumi tersenyum dan menundukan kepalanya. Hyeri membalasnya dengan senyuman dan duduk di tempatnya.

“Bisa kau kerjakan laporan ini dan menyelesaikannya hari ini juga?” Sehun menepuk bahu Yumi, membuatnya sedikit terlonjak. Pria ini, kenapa suka sekali muncul tiba-tiba di hadapannya?

Yumi melihat laporan yang ada di tangan Sehun. Menolaknyapun tidak mungkin, ia seorang asisten manajer dan harus siap jika diberi pekerjaan tambahan. Yumi mendongak dan menatap Sehun, wajahnya nampak kelelahan. Bahkan ada lingkar hitam di bawah matanya meskipun tidak terlalu jelas.

“Aku harus mengerjakan laporan lain, keduanya sudah harus siap besok.” Wajahnya kali ini terlihat menyedihkan dan tidak ada kepura-puraan disana.

“Baiklah, aku akan menyerahkannya saat pulang nanti.” Yumi mengambil laporan yang sejak tadi dipegang Sehun. Untuk pertama kalinya Yumi merasa kasihan melihat Sehun. Biasanya ia akan menggerutu sepanjang hari tapi tetap melaksanakan tugas yang diperintahkan manajernya itu. Menjadi seorang manajer ternyata tidak semudah itu meskipun gajinya sangat menjanjikan.

Pria itu berjalan kembali ke ruangannya dengan gontai. Kepalanya sedikit pusing karena begadang semalaman dan ia hanya tidur dua jam. Matanya terasa perih saat menatap layar monitor untuk melanjutkan pekerjaannya yang masih menumpuk. Keadaan ini selalu terjadi setiap mereka membuat laporan bulanan.

Hari ini berjalan dengan normal, tidak ada kejadian apapun. Tanpa terasa hari sudah mulai sore. Beberapa karyawan sudah merapikan pekerjaannya dan bersiap untuk pulang. Hyeri bahkan sudah meninggalkan kantor sejak lima belas menit yang lalu. Yumi sangat bersyukur karena pekerjaannya hanya memasukan data-data penjualan dan mengerjakan laporan yang diberikan Sehun. Yang ia lakukan hanya duduk di depan komputer, sehingga dapat  menyelamatkan kakinya dari rasa sakit yang berlebih karena terlalu banyak berjalan.

Yumi sedang menunggu laporannya keluar dari printer. Untung ia dapat menyelesaikannya tepat waktu. Yumi menatap ruangan Sehun, pria itu tidak keluar sama sekali dari ruangannya kecuali saat makan siang. Yumi tidak tahu kenapa rasa khawatir tiba-tiba menyerbu dirinya saat mengingat tampang kelelahan Sehun.

“Untuk apa aku memikirkan manajer gila itu.” Yumi menepuk kedua pipinya. Ia segera mengambil laporan yang sudah selesai diprint dan membawanya kepada Sehun.

Yumi mengetuk pintu terlebih dulu sebelum menyembulkan kepalanya, “Manajer, laporanmu sudah selesai. Boleh aku masuk?”

Sehun hanya mengangguk sekilas tanpa mengalihkan pandangannya dari layar monitor. Laporannya sudah hampir selesai. Yumi mendekat ke arah Sehun dan meletakan laporannya di meja. Sehun bahkan terlihat lebih mengenaskan. Rambutnya acak-acakan, dua kancing kemejanya sudah terbuka dengan dasi yang sudah tidak ada lagi di lehernya.

“Tunggu.” Suara Sehun mengehentikan Yumi yang akan bergerak keluar. Wanita itu membalikan badannya dan memandang Sehun sambil menyernyitkan kening.

“Bisa tolong bereskan mejaku?” Yumi memanggukan kepalanya dan mulai merapikan beberapa kertas yang berserakan, bahkan ada yang terjatuh di lantai. Yumi melirik ke arah Sehun yang matanya masih tertuju pada layar. Wajahnya agak pucat, suaranya juga terdengar parau.

“Manajer, kotak ini sebaiknya kusimpan dimana?” Sehun melihat Yumi sedang memegang kotak dengan ukuran cukup besar di tangannya.

“Itu untukmu.”

“U-untukku?”

“Hmm, buka saja.” Yumi membukanya dengan tidak sabar dan melihat dua pasang sepatu. Warna putih dan abu-abu.

“Ini benar-benar untukku? Tapi ada apa—maksudku kenapa tiba-tiba kau memberiku sepatu?” Harga kedua sepatu itu pasti sangatlah mahal, Yumi yakin itu.

“Bukankah sepatumu rusak? Cepat ganti, lihat kakimu sudah lecet.” Jantung Yumi berdetak dengan cepat saat Sehun menyentuh kakinya.

“Terima kasih. Kau tuluskan memberinya?” ucap Yumi setelah ia selesai memakai sepatu putih dari Sehun.

“Tentu saja.” Sehun tersenyum, sepatunya sangat pas di kaki Yumi.

“Tidak ada maksud tertentu dibalik kebaikanmu manajer?”

“Untuk yang ini tidak. Aku sudah pernah bilang jangan memanggilku manajer jika di luar jam kantor.”

“Baiklah Sehun, terima kasih. Tidak apa-apa kau memberiku barang semahal ini? Aku jadi merasa tidak enak.”

Sehun tersenyum tipis, ia mengusap kepala Yumi perlahan. Wanita acuh ini ternyata masih polos, “Tidak apa-apa, jika tetap merasa tidak enak maka jadilah kekasihku.”

“Jangan melantur.”

“Aku serius, jika menjadi kekasihku kau akan mendapat apapun yang kau mau. Asalkan kau melakukan apapun yang kuinginkan.” Sehun tersenyum jahil. Kata ‘melakukan-apapun-yang-kuinginkan’ terdengar mengerikan di telinga Yumi.

“Terserahlah, sekali lagi terima kasih Sehun. Aku pulang dulu.”

“Ya, hati-hati.”

“Ya!” Yumi memukul kepala Sehun saat pria itu menepuk bokongnya. Yumi langsung berlari keluar, berdua dengan Sehun membuatnya takut akan sikapnya yang tidak terduga. Sehun memandangi kepergian Yumi hingga sosoknya menghilang di balik pintu.

“Wanita jahat, ia sama sekali tidak peka dengan ucapanku.”

.

.

—cut or end?

Maaf ya baru bisa update lagi, aku lagi kena writer block soalnya T_T

Gak ad aide sama sekali buat nulis, jadi maaf aja ya kalau lanjutannya jadi gak jelas gini. Tolong kritik dan sarannya ya biar bisa buat mood aku naik lagi 🙂

38 Comments

  1. lanjut !!! yumi lucu banget kalo berdua sama sehun apalagi sehunnya yang sedikit “pervert” . thor next chapternya jangan lama-lama ^_^

    Like

    Reply

  2. lanjuttinnnnn yaaaaaaaaa, jebal!!!
    ff nya bagusss😊 aku suka sama karakter sehun sama yumi. mereka berdua lucu banget >< kkkkkk~

    Like

    Reply

Comment, comment~